Laki-laki tua itu...
Pertama kali aku bertemu dengannya
adalah saat bulan ketiga aku menempuh pendidikan di universitas. Laki-laki itu
tua dan renta. Kuperkirakan umurnya mungkin sudah 60 tahun atau bahkan 70
tahun. Dia berjalan agak bungkuk dengan mendorong sebuah grobak berisi
penyambung hidup untuknya dan mungkin keluarganya. Raut kelelahan nampak di
wajahnya, saat itu matahari bersinar terik, suhu yang tinggi di kota pontianak kota khatulistiwa.
Tergambar raut harapan di wajahnya,
berharap seseorang atau bahkan banyak orang akan membeli jualannya yang berupa
es campur.
Saat itu aku baru pulang kuliah, berniat
menghadap Tuhan untuk beribadah, berterima kasih atas apa yang kudapat dan
berharap yang terbaik untukku dan orang-orang yang kusayang.
Aku tertegun saat pertama melihatnya,
mendorong gerobak lalu berhenti di depan masjid. Matanya tampak berair, aku tak
tahu apa penyebabnya.
Kulangkahkan pasti kakiku, tapi dalam
dadaku terasa berkecambuk. Aku kasihan, tentu saja. Aku berharap untuk
menolong, tapi hidup sebagai mahasiswa membuatku harus berhemat. Hanya uang 13
ribu di kantong membuatku menulikan telinga dan membekukan hati.
Aku beribadah, sambil terasa menangis.
Berdoa untukku dan orang yang kusayang. Sambil menyisipkan harapan ke Tuhan.
Semoga pria renta itu mandapat pelanggan.
Saat pulang, kutemukan lagi dia. Duduk
sambil menanwarkan es yang dia jual. “es, es, es” tapi tak seorangpun membeli..
Aku menuju toko dekat kampus berencana
untuk membeli pulpen, saat itu hatiku semakin berkecambuk. Haruskah aku membeli
dagangannya, kalau iya.. mungkin aku harus kehabisan uang d kantong.
Tapi saat kutemui lagi dia, dengan wajah
renta dan keinginan kkuat untuk berusaha. Dinding hatiku roboh, semakin ku
ingat ayah yang sudag berbulan-bulan tak kutemui. Mengingatkanku pada kerja
keras ayah untuk menyokong pendidikan dan hiduku serta saudara-saudaraku. Yang
mendoakanku dan merindukanku.
Aku hampiri dia. Tinggal 10 ribu uang
yang kupunya, dan kurelakan untuk membeli es nya yang lebih mahal dari es-es
yang lain dan kurasa rasanya biasa saja.
Tapi sudahlah.. ini adalah yang
terbaik..
Dan beberapa hari yang lalu kutemukan
lagi dia.
Pria renta itu, di tempat yang sama.
Dengan mata-mata berkaca-kaca dan raut wajah yang semakin menua. Tubuh yang
kulihat semakin renta. Tapi semangat yang semakin membara.
Alhamdulillah..
Saat itu adalah beberapa hari aku
kembali kerumah, dan ibu menitipkan rezekinya padaku. Kembali kubeli es yang
dia jual. Dan kembali aku di tampar kenyataan dan berbagai persepsi di hati dan
pikiranku. Aku memberikan uang 20 ribu daan dengan halus dan tidak jelas karena
ia tidak memiliki gigi lagi, dia
mengatakan tidak ada kembalian. Ya Tuhan.. sebenarnya hari ini adakah dia
mendapat rezeki.
Entah kenapa sekarang kusesali, kenapa
aku tak memberikan semua uang itu pada dia..
Ya Tuhan, aku berharap engkau memberikan
yang terbaik pada dia. Mungkin dia bukanlah umat yang seagama denganku, tapi
biarlah aku berdoa atas nama kemanusiaan dan hati nurani yang Engkau berikan
padaku..